expand

Kamis, 31 Mei 2012

REVIEW JURNAL HUKUM DAGANG


Review Jurnal       : Perkembangan Wesel dan Cek Sebagai Bayar Giral
Pengarang             :  Agus Sujatmiko     
Institusi                  : Universitas Airlangga Surabaya
Sumber                  : http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/27209113130.pdf

NAMA ANGGOTA                                        
1.     RIZKY NAILUVAR              (26210179)
2.     YESI KURNIYATI                (28210624)
3.     RATNA SARI                      (25210672)
4.     DILLA OETARI. D               (22210016)    
5.     AHRARS BAWAZIER         (29210101)
KELAS                                                            : 2EB05

Abstrak
Pembayaran dalam perdagangan tidak hanya menggunakan uang, tetapi juga menggunakan surat berharga, seperti wissel dan cek.Meskipun kesamaan antara wissel dan cek sebagai alatpembayaran. Keduanya berbeda. Sedangkan wissel adalah pembayaran debit, cek adalah satu tunai. Keduanya diatur olehKUHD, namun cek lebih dari lumayan tenar wissel. Orang lebih sukamenggunakan cek dari wissel, karena cek memiliki adventageslebih: cepat, praktis, dan simpan. Baru cek telah diperbaiki dan majudengan berbagai fitur, seperti wisatawan cek, menyeberangi cek,incaso cek, kasir cek, bilyet digital cek.

Kata kunci: perdagangan, surat berharga komersial, wissel, cek.

A.      Pendahuluan
Kemajuan tekhnologi dunia demikian pesatnya ternyata menyangkut juga dalam sektor perdagangan. Hal ini terbukti diantaranya dalam hal orang menghendaki segala sesuatu yang menyangkut urusan perdagangan yang bersifat praktis dan aman serta dapat dipertanggung jawabkan, khususnya dalam lalu lintas pembayarannya.
Dalam hal ini orang tidak mutlak lagi menggunakan alat pembayaran berupa uang, melainkan cukup dengan menerbitkan surat berharga baik sebagai alat pembayaran kredit, artinya dalam setiap transaksi, para pihak tidak perlu membawa uang dalam jumlah besar sebagai alat pembayaran, melainkan cukup hanya mengantongi surat berharga saja.
Aman artinya tidak setiap orang yang berhak dapat menggunakan surat berharga itu, karena cara pembayaran surat berharga memerlukan cara-cara tertentu. Sedangkan jika menggunakan mata uang, apalagi dalam jumlah besar, banyak sekali kemungkinan timbul bahaya atau kerugian, misalnya pencurian, penipuan , perampokan dan sebagainya.
Dalam dunia perbankan dikenal bermacam-macam surat berharga, antara lain wesel, cek, aksep, dan bilyet giro. Ciri surat berharga itu adalah dapat dengan mudah dipindahtangankan dari satu orang ke orang lainnya, berfungsi sebagai alat legitimasi artinya barang siapa menguasainya dianggap sebagai orang yang paling berhak atas pembayaran dan dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran yang sah sebagai mata uang. Hal ini karena dalam sistem pembayaran dikenal adanya alat bayar kartal yang berupa uang, dan alat bayar giral yang berupa surat berharga.

B.      Teori perikatan dasar surat berharga
Penggunaan wesel dan cek sebagai alat bayar giral tidak terlepas dari perbuatan hukum yang dilakukan para pihak dalam transaksi. Pihak kreditur berhak atas pembayarannya sementara debitur berkewajiban untuk melaksanakan pembayaran. Perikatan yang melahirkan hubungan hukum tersebut dalam pelaksanaan pembayarannya tidak dilakukan dengan uang tunai, melainkan dengan menerbitkan wesel atau cek.
Keterikatan bank sebagai tertarik untuk membayar sejumlah uang pada pemegang terakhir wesel maupun cek berdasarkan teori sebagai berikut : (Imam Prayogo Suryohadibroto dan Djoko Prakoso, 1991 : 17 )
1.       Teori kreasi atau teori penciptaan (creative theori): teori ini menyatakan bahwa yang menjadi dasar hukum untuk mengikat surat berharga antara penerbit dan pemegang ialah perbuatan menandatangani surat berharga yang bersangkutan.
2.       Teori kepantasan (redeljik heids theorie): teori ini menyatakan bahwa penerbit (pendatanganan)hanya bertanggung jawab pada pemegang yang memperoleh surat berharga secara pantas (redeljik resonable). Pantas artinya menurut cara yng lazim, yang diakui oleh masyarakat dan diindungi oleh hukum. Keberatan terhadap teori ini yakni pernyataan sepihak tidak mungkin menimbulkan perikatan, jika tidak ada persetujuan dari pihak lainnya.
3.       Teori perjanjian (overeenkoms theori): teori ini menyatakan bahwa yang menjadi dasar hukum mengikatnya surat berharga antara penerbit dan pemegang ialah suatu perjanjian yang merupakan perbuatan dua pihak yaitu penerbit yang menandatangani dan pemegang pertama yang menerima surat berharga yang bersangkutan.
4.       Teori penunjukkan (vertoings theorie): teori ini menyatakan bahwa yang menjadi dasar hukum mengikatnya surat berharga antara penerbit dan pemegang ialah perbuatan penunjukan surat itu kepada debitur. Debitur yang pertama ialah penerbit, oleh siapa surat berharga itu disuruh dipertunjukan pada hari bayar. Sejak itulah timbul perikatan, dan penerbit selaku debitur wajib membayarnya.
Dari beberapa teori tersebut, maka yang paling cocok dengan mekanisme pembayaran surat berharga adalh teori perjanjian, karena bagaimanapun juga penerbitan surat berharga tidak bisa lepas dari perjanjian antara penerbit dam pemegang pertama yang keduanya terikat dalam suatu hubungan hukum dibidang perikatan.
C.      Kewajiban penerbit surat berharga
Jelas bahwa dalam penerbitan wesel maupun cek tidak terlepas dari adanya perjanjian yang dilakukan antara pihak-pihak yang terkait. Pihak-pihak itu adalah :
1.       Penerbit/penerik (terkker), yakni orang orang yang menerbitkan wesel atau cek.
2.       Tertarik (betrokenne), yakni pihak yang diharuskan untuk membayar dalam penerbita wesel atau cek.
3.       Pemegang (holder) adalah orang yang berhak atas pembayaran wesel maupun cek.
Atas penerbitan wesel tersebut, penerbit mempunyai kewajiban menjamin adanya akseptasi (pasal 180 ayat 1 KHUD). Akseptasi ini merupakan persetujuan dari tertarik untuk membayar wesel pada hari bayar.
D.      Perbedaan wesel dan cek
Berdasarkan persyaratan formil yang diatur dalam KUHD, ada beberapa perbedaan yang sangat prinsip antara wesel dan cek. Berdasarkan pasal 100 KUHD.
persyaratan formil wesel adalah sebagai berikut :
1.       Nama surat wesel yang dimuatkan didalam teksnya sendiri dan diistilahkan dalam bahasa surat itu ditulisnya.
Fungsi klausa ini adalah agar surat itu dapat dengan mudah dikenali sebagai surat wesel.
2.       Perintah tak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu.
Kalusa ini merupakan klausa yang lazim dipakai dalam penerbitan surat berharga.
3.       Nama orang yang harus membayarnya.
Terikat dalam wesel dapat berupa orang atau bank. Namun pada umumnya berupa lembaga perbankan. Ini tidak terlepas dari perikatan dasar yang melatarbelakangi penerbitanya.
4.       Penetapan hari bayar (vervaldaag).
Berdasarkan hari bayarnya, wesel bisa dibagi menjadi empat jenis, yaitu :
a.       Zichtwissel (wesel atas penunjukkan)
b.      Nazichtwissel
c.       Datawissel
d.      Daagwissel
5.       Penetapan tempat dimana pembayaran harus dilakukan jika tempat tidak disebutkan secara khusus, maka tempat yang tertulis disamping nama tertarik dianggap sebagai tempat pembayaran.
6.       Nama orang yang kepadanya atau kepada orang lain yang ditunjuk olehnya, pembayaran harus dilakukan. Persyaratan ini berkaitan dengan nama pemegang atau penggantinya yang berhak atas pembayaran.
7.       Tanggal dan tempat surat wesel ditariknya. Fungsinya adalah untuk menentukan kapan tanggal pembayaran wesel, khususnya wesel yang berjenis data wesel.
8.       Tandatangan orang yang mengeluarkannya (penarik). Berfungsi untuk sahnya wesel sebagai suatu akta.
E.       Faktor-faktor penyebab penggunaan cek dan perkembangannya.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa cek lebih disukai oleh masyarakat, yaitu:
1.       Cek merupakan alat bayar tunai, sehingga pembayarannya lebih cepat dan praktis.
2.       Masa peredaran wesel lebih lama dari pada cek
3.       Penerbitan cek lebih fleksibel, dan dapat disesuaikan dengan situasi keuangan penerbit.
4.       Cek pemindahtangannya lebih mudah
5.       Cek telah berkembang demikian pesat

PENUTUP
Kesimpulan
Masyarakat lebih menyukai cek sebagai alat bayar giral dibandingkan dengan wesel. Ada beberapa faktor tentang hal tersebut :
1.       Sifat cek sebagai alat tunai, sedangkan wesel sebagai alat bayar kredit. Faktor ini sangat sesuai dengan tuntutan dunia bisnis yang menghendaki uang cash dalam waktu pendek sedangkan wesel satu tahun
2.       Penerbitan cek lebih fleksibel disesuaikan dengan keuangan dan jenis kebutuhan penerbitnya.
3.       Pemindahtanganan cek lebih mudah dan praktis.

REVIEW JURNAL PERJANJIAN


Review Jurnal       : Terbentuknya Akad dalam Hukum Perjanjian Islam
Pengarang             :  Afdawaiza*1
Sumber                  : http://journal.uii.ac.id/index.php/JHI/article/viewFile/153/118

NAMA ANGGOTA                                         
1.     RIZKY NAILUVAR              (26210179)
2.     YESI KURNIYATI                (28210624)
3.     RATNA SARI                      (25210672)
4.     DILLA OETARI. D               (22210016)
5.     AHRARS BAWAZIER         (29210101)
KELAS                                                            : 2EB05

Abstract
The field of social affairs of Islamic law has been paid attention more betterrecently. This indicates by the emerging of many kinds of the finance and syariah business institution.Besides, it also enlarging of Islamic court authority in handling the cases not only inheritance, the last will, gifth, and the waqf but also those of syariah economics. Hence, it is urgent need to study the basic principles that becoming the substance of transaction. Departing from these basic principles can support to handle the cases that arise in this field of Islamic law. This contrary to the model of Islamic jurists that always study many kinds of particular transactions without describing the general principle. This article aims to describe the general principles of the elements and the criteria
Keywords: akad, perjanjian, prinsip, Islam, dan sengketa.
I. Pendahuluan
Salah satu persoalan mendasar yang dihadapi oleh fiqih muamalah era kontemporer sekarang ini adalah bagaimana hukum Islam menjawab berbagai macam persoalan dan bentuk trnasaksi ekonomi kontemporer serta perkembangannya yang belum didapat pengaturannya dalam kitab-kitab fiqih klasik. Hal ini dapat dimaklumi, karena para fuqaha klasik telah mengkaji fiqih muamalah secara atomistik, di mana para fuqaha langsung masuk ke dalam aturan-aturan kecil dan mendetail tanpa merumuskan terlebih dahulu asas-asas umum hukum yang mengatur dan menyemangati perjanjian-perjanjian khusus tersebut.
Sementara itu, aspek yang paling penting dari fikih muamalat dalam kaitannya dengan ekonomi Islam adalah hukum transaksi (hukum kontrak) yang meliputi asas-asas umum kontrak dan ketentuan-ketentuan khusus bagi aneka kontrak khusus. Salah satu aspek dari asas-asas umum tersebut adalah pembicaraan tentang rukun dan syarat akad sebagai unsur pembentuk akad. Tanpa merumuskan hal ini terlebih dahulu, maka akan sangat sulit untuk menyelesaikan sengketa yang dimungkinkan muncul dari berbagai lembaga keuangan dan bisnis syariah yang telah menjadi yurisdiksinya Peradilan Agama tersebut. Makalah ini selanjutnya akan berusaha membahas permalahan rukun dan syarat akad tersebut.
II. Perbedaan Pemaknaan Istilah Rukun dan Syarat
Untuk terbentuknya akad, maka diperlukan unsur pembentuk akad.
1 Syamsul Anwar. 1996. “Hukum Perjanjian dalam Islam; Kajian Terhadap Masalah Perizinan (Toestemming) dan Cacat Kehendak (Wilsgerbrek)”, Laporan Penelitian Pada Balai Penelitian P3M Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Tahun 1996, hlm. 3
2 Yang tercakup ke dalam bidang ekonomi syariah tersebut adalah Bank Syariah, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, Asuransi Syariah, Reasuransi Syariah, Reksadana Syariah, Obligasi Syariah dan Surat Berhargha Berjangka Menengah Syariah, Sekuritas Syariah, Pembiayaan Syariah, Pegadaian Syariah, Dana Pensiunan Lembaga Keuangan Syariah dan Bisnis Syariah. Lihat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tantang Peradilan Agama, pasal 49.
Hanya saja, di kalangan fuqaha terdapat perbedaan pandangan berkenaan dengan unsur pembentuk tersebut (rukun dan syarat akad). Menurut jumhur fuqaha, rukun akad terdiri atas:3
1. Al-‘Aqidain, yakni para pihak yang terlibat langsung dengan akad
2. Mahallul Akad, yakni objek akad, yakni sesuatu yang hendak diakadkan
3. Sighat Akad, pernyataan kalimat akad yang lazimnya dilaksanakan melalui pernyataan ijab dan qabul
III. Rukun dan Syarat Akad
A. Rukun dan Syarat Akad Pertama: Al-‘Aqidain (Para Pihak)
Ijab dan qabul sebagai esensi akad tidak dapat terlaksana tanpa adanya al-‘aqidain (kedua pihak yang melakukan akad). Agar ijab dan qabul benar-benar mempunyai akibat hukum, maka diperlukan syarat-syarat sebagai berikut:
1. Ijab dan qabul dinyatakan oleh sekurang-kurangnya telah mencapai umur tamyiz yakni bisa menyadari dan mengetahui isi perkataan yang diucapkan, hingga ucapannya itu benar-benar menyatakan keinginan hatinya. Dengan kata lain ijab dan qabul harus keluar dari orang yang cakap melakukan tindakan-tindakan hukum.
Dilihat dari segi kecakapan melaksanakan akad, sebagian di antara manusia tidak dapat melaksanakan akad apapun, sebagian lagi bisa melaksanakan akad tertentu dan sebagian lagi cakap melakukan semua akad. Adanya perbedaan kualifikasi dalam melakukan akad antara satu orang dengan yang lain sangat ditentukan oleh permasalahan ahliyyah (kelayakan melakukan akad). Berikut ini akan diberikan penjelasan tentang permasalahan ahliyyah ini.
Demikian juga seseorang dapat menjadi wakil atau kuasa bagi orang lain untuk menutup suatu perjanjian. Akibatnya, tidak menutup kemungkinan seseorang melakukan akad dengan dirinya sendiri baik sebagai pihak asil (prinsipil) di satu sisi dan di pihak lain dalam waktu yang sama juga menjadi wakil pihak lain, atau sekaligus menjadi wakil dari dua pihak dalam penutupan perjanjian. Bentuk kedua akad perwakilan ini adalah tidak sah, karena pada asasnya dalam hukum Islam penutupan perjanjian dengan diri sendiri tidak boleh dilakukan kecuali ayah atau kakek yang mewakili anak atau cucu
di bawah perwaliannya.20 Hal ini karena tindakan tersebut membawa pertentangan kepentingan sebab satu orang yang sama menjadi kreditor dan debitur serta penyerah dan penerima sekaligus dalam waktu yang sama. Satu orang yang sama tidak dapat menjadi sangkutan hak-hak yang saling berhadapan.
B. Rukun dan Syarat Akad Kedua: Pernyataan Kehendak
Pernyataan kehendak yang biasanya disebut sebagai sighat akad, yakni suatu ungkapan para pihak yang melakukan akad berupa ijab dan qabul. Ijab adalah suatu pernyataan janji atau penawaran dari pihak pertama untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kabul adalah suatu pernyataan menerima dari pihak kedua atas penawaran yang dilakukan oleh pihak pertama. Ijab dan qabul ini merepresentasikan perizinan (ridha, persetujuan) yang menggambarkan kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak atas hak dan kewajiban yang ditimbulkan dari akad.22 Agar ijab dan qabul ini menimbulkan akibat hukum, maka disyaratkan dua hal. Pertama, adanya persesuaian (tawafuq) antara ijab dan qabul yang menandai adanya persesuaian kehendak sehingga terwujud kata sepakat. Kedua, persesuaian kehendak tersebut haruslah disampaikan dalam satu majelis yang sama (kesatuan majelis)
1. Persesuaian ijab dan qabul.
Pernyataan kabul disayaratkan adanya keselarasan atau persesuaian terhadap ijab dalam banyak hal. Pernyataan jawaban yang tidak sesuai dengan ijab tidak dinamakan sebagai qabul. Penjual kitab menjual kitabnya dengan harga Rp 30.000, kemudian pembeli menyatakan qabul dengan harga Rp 20.000, maka akad tidak terjadi dalam keadaaan ini. Begitu juga, keserasian qabul harus sesuai dalam berbagai sifat. Seperti ijab menjual sepetak kebun, lalu qabul menyatakan separohnya, maka akad tidak
Jika perselisihan qabul terhadap ijab tersebut justru menguntungkan pihak mujib, ketidakserasian ini tidak menjadi penghalang berlangsungnya akad, karena yang demikian itu tidak dinamakan perselisihan dalam akad akan tetapi penambahan dalam kesepakatan (qabul bi al-mubalaghah). Misalnya, jika pihak pembeli menyatakan ijab dengan harga Rp. 10.000, pihak penjual menyatakan qabul dengan harga Rp 9.000, atau pihak penjual menyatakan ijab dengan harga Rp.9.000 dan pembeli menyatakan qabul dengan harga Rp. 10.000.
b. Pernyataan akad melalui tulisan. Selain melalui perkataan lisan, akad juga dilakukan melalui tulisan. Dalam fungsinya sebagai pernyataan kehendak, tulisan mempunyai fungsi dan kekuatan yang sama dengan akad secara lisan. Akad dalam bentuk ini sangat tepat untuk akad yang dilaksanakan secara berjauhan dan berbeda tempat. Akad ini dapat juga digunakan untuk perikatan-perikatan yang lebih sulit seperti perikatan yang dilakukan oleh suatu badan hukum. Akan ditemui kesulitan apabila suatu badan hukum melakukan perikatan tidak dalam bentuk tertulis karena diperlukan alat bukti dan tanggungjawab terhadap orang-orang yang yang bergabung dalam badan hukum tersebut. Dalam hal tidak satu tempat ini, akad dapat dilaksanakan melalui tulisan dan mengirimkan utusan. Dalam hal ini terdapat kaidah fiqih: “tulisan bagi orang yang hadir sepadan dengan pembicaraan lisan orang yang hadir”.26
c. Penyampaian ijab melalui tulisan, bentuknya adalah bahwa seseorang mengutus orang lain kepada pihak kedua untuk menyampaikan penawarannya secara lisan apa adanya. Hal ini beda dengan penerima kuasa, di mana ia tidak sekedar menyampaikan kehendak pihak pemberi kuasa (al-muwakkil) melainkan juga melakukan tindakan hukum berdasarkan kehendaknya sendiri atas nama pemberi kuasa, sedang utusan tidak menyatakan kehendaknya sendiri melainkan menyampaikan secara apa adanya kehendak orang yang mengutusnya (al-mursil). Bila kehendak pengutus telah disampaikan kepada mitra janji dan mitra tersebut telah menerima ijab tersebut (menyatakan qabulnya) pada majelis tempat dinyatakan ijab itu, maka perjanjian telah terjadi. Bila ijab tersebut disampaikan tanpa adanya perintah dari prisipal, kemudian diterima oleh mitra janji, maka akadnya dianggap terjadi akan tetapi berstatus mauquf, karena ia dianggap sebagai pelaku tanpa kewenangan (fuduli).
Hanya saja para fuqaha berbeda pandangan tentang kapan bentuk isyarat ini digunakan bagi orang yang normal. Ada yang menganggapnya sebagai pengecualian ketika cara lain tidak dapat dipergunakan. Syafi’i tidak membolehkan digunakannya bentuk pernyataan kehendak secara tulisan, tentunya untuk isyarat lebih-lebih tidak membolehkannya. Yang paling fleksibel adalah pendapat mazhab maliki yang membenarkan penggunaan isyarat oleh siapapun juga sekalipun bukan orang yang cacat. Akad dapat terjadi dengan segala cara yang bisa menunjukkan perizinan (ridha) para pihak.
2. Kesatuan Majelis Akad
Sebelumnya telah dijelaskan berbagai cara untuk menyatakan kehendak, salah satunya adalah dengan tulisan, atau secara lisan dimana masing-masing pihak tidak berada dalam kesatuan majelis, melalui telepon misalnya. Sementara itu, para fuqaha menyatakan bahwa salah satu syarat akad adalah harus dilaksanakan dalam satu majelis akad.
C. Rukun dan Syarat Akad Ketiga: Objek Akad
Rukun ketiga dari akad ini adalah sesuatu yang dijadikan objek akad dan dikenakan padanya akibat hukum yang ditimbulkannya. Objek akad dapat berupa benda, manfaat benda, jasa atau pekerjaan atau suatu hal lainnya yang tidak bertentangan dengan syariat.
b. Sifat objek akad tidak bertentangan dengan transaksi, dengan kata lain sesuatu tidak dapat ditransaksikan bila sifat atau hakikat sesuatu itu tidak memungkinkan untuk diadakan transaksi. Bendanya yang tidak berharga atau bertentangan dengan aturan syariat, maka objek akad yang seperti ini tidak bisa ditransaksikan.
c. Objek akad tersebut tidak bertentangan dengan ketertiban umum. Tidak sah akad terhadap benda-benda yang bertentangan dengan ketertiban umum. Termasuk ke dalam perbuatan yang bertentangan dengan ketertiban umum ini adalah riba dan klausul-klausul perjanjian yang bertentangan dengan syarak.46
D. Rukun dan Syarat Akad Keempat: Tujuan Akad47
Mazhab Maliki membahas konsep motif ini dalam kerangka sadd al-zari’ah (tindakan preventif). Dalam kasus jual beli perasan anggur kepada orang yang akan menjadikannya sebagai khamar, dengan alasan sadd al-zari’ah, maka jual beli tersebut menjadi batal. Dengan kerangka berpikir seperti inilah mazhab ini mengharamkan jual beli bai’ al-‘inah yakni jual beli dengan tujuan untuk mendapatkan sejumlah uang melalui pinjaman dengan penangguhan waktu, dan ini adalah riba yang dilarang.
Menurutnya, harga harus ada saat dibuatnya akad dan tidak dapat ditentukan kemudian berdasarkan harga pasar atau diserahkan penentuannya kepada pihak ketiga. Intinya akad harus mempunyai consideration, baik pembayaran dilakukan seketika di majelis akad, pada waktu sebelum diserahkan atau pada yang sudah ditentukan.
VI. Penutup
Pembaharuan dan modernisme mulai berkembang pesat di dunia Islam semenjak awal abad ke-20, karena sebagian negara-negara muslim mulai mendapatkan kadaulatan politiknya. Periode pasca kemerdekaan negara-negara Islam ditandai dengan beberapa situasi baru yang sebagian merupakan konsekwensi logis dari meodernisasi periode sebelumnya. Kemerdekaan dan kedaulatan itu sendiri sesungguhnya mengandung makna perubahan yang sangat luas meliputi seluruh aspek bernegara dan bermasyarat, khususnya dalam bidang tekonologi dan ekonomi.

Rabu, 30 Mei 2012

REVIEW JURNAL SUBYEK HUKUM


Review Jurnal       : PEMERINTAH SEBAGAI SUBJEK HUKUM PERDATA DALAM KONTRAK PENGADAAN   BARANG ATAU JASA
Pengarang             :  Sarah S. Kuahaty  
Sumber                  : unpatti.ac.id/paperrepo/ppr_iteminfo_lnk.php?id=107

NAMA ANGGOTA                                          
1.     RIZKY NAILUVAR              (26210179)
2.     YESI KURNIYATI                (28210624)
3.     RATNA SARI                      (25210672)
4.     DILLA OETARI. D               (22210016)
5.     AHRARS BAWAZIER         (29210101)
KELAS                                                            : 2EB05

ABSTRACT

Dalam pembagiannya subjek hukum Perdata terdiri atas manusia (naturlijkperson) dan badan hukum (rechtperson). Tetapi dalam perkembangannya, ternyata pemerintah yang adalah lembaga publik dapat juga melakukan tindakan hukum perdata, hal ini dapt dibuktikan dengan terlibatnya pemerintah sebagai salah satu pihak dalam kontrak pengadaan barang atau jasa. Berdasarkan hasil penelusuran ternyata bahwa, ketika pemerintah bertindak dalam lapangan keperdataan dan tunduk pada peraturan hukum perdata, maka pemerintah bertindak sebagai wakil dari badan hukum bukan wakil dari jabatan, sehingga tindakan pemerintah tersebut adalah tindakan badan hukum.
Keyword: pemerintah, subjek hukum.
A. LATAR BELAKANG
Hukum dalam klasifikasinya terbagi atas hukum publik dan hukum privat. Hukum publik yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapan negara atau negara dengan warga negara. Hukum privat yaitu hukum yang mengatur hubungan antara satu orang dengan orang lain atau subjek hukum lain dengan menitikberatkan pada kepentingan perseorangan. Berdasarkan pengertiannya, maka subjek hukum perdata terdiri atas orang dan badan hukum.
Dalam memenuhi kebutuhannya tersebut, tentunya pemerintah harus mengikuti prosedur pengadaan sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa.

Oleh karenanya agar prosedur pengadaan tersebut mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan mengikat bagi para pihak yang terlibat di dalamnya, maka hubungan hukum yang tercipta haruslah dibingkai dengan hukum yang dikenal dengan kontrak.
Secara sederhana kontrak dapat digambarkan sebagai suatu perjanjian antara dua atau lebih pihak yang mempunyai nilai komersial tertentu. Sebagaimana layaknya sebuah perjanjian, dalam sebuah kontrak para pihak yang mengikatkan diri adalah subjek hukum. Adapun yang dimaksud dengan subjek hukum disini adalah subjek hukum perdata.
B. PEMBAHASAN
1. Subjek Hukum perdata
Manusia adalah pendukung hak dan kewajiban. Lazimnya dalam hukum di kenal dengan istilah subjek hukum. Tetapi manusia bukanlah satu-satunya subjek hukum. Karena masih ada subjek hukum lainnya yaitu segala sesuatu yang menurut hukum dapat mempunyai hak dan kewajiban, termasuk apa yang di sebut badan hukum.2 Istilah subjek Hukum berasal dari terjemahan rechsubject (Belanda) atau law of subject (Inggris).
Subjek Hukum mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting di dalam bidang hukum, khususnya hukum keperdataan, karena subjek hukum itulah nantinya yang dapat mempunyai wewenang hukum (rechtsbevoegheid). Didalam berbagai literatur di kenal 2 (dua) macam subjek hukum yaitu manusia (naturlijkperson) dan badan hukum (rechtperson).
Pada Dasarnya manusia mempunyai hak sejak di lahirkan, namun tidak semua manusia mempunyai kewenangan dan kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Selain naturlijkperson sebagai subjek hukum, maka subjek hukum lainnya adalah badan hukum rechtperson.

2. Kedudukan Pemerintah
Dalam perspektif hukum publik negara adalah organisasi jabatan. Di antara jabatan-jabatan kenegaraan ini terdapat jabatan pemerintahan, yang menjadi objek hukum administrasi negara.
Meskipun jabatan pemerintahan ini dilekati dengan hak dan kewajiban atau diberi wewenang untuk melakukan tindakan hukum, namun jabatan tidak dapat bertindak sendiri. Jabatan dapat melakukan perbuatan hukum, yang dilakukan melalui perwakilan yaitu pejabat.
Antara jabatan dengan pejabat memiliki hubungan yang erat, namun di antara keduanya sebenarnya memiliki kedudukan hukum yang berbeda atau terpisah dan diatur dengan hukum yang berbeda. Jabatan diatur oleh hukum tata negara dan hukum administrasi, sedangkan pejabat diatur dan tunduk pada hukum kepegawaian. Dengan demikian, kedudukan hukum pemerintah berdasarkan hukum publik adalah wakil dari jabatan pemerintahan.


3. Pemerintah Sebagai Subjek Hukum Perdata Dalam Kontrak Pengadaan Barang Atau Jasa
Dalam pengadaan barang barang atau jasa, pemerintah akan membingkai hubungan hukum dengan penyedia barang atau jasanya dalam sebuah kontrak pengadaan barang atau kontrak pengadaan jasa. Dalam konteks demikian pemerintah tidak dapat memposisikan dirinya lebih tinggi dari penyedia barang atau jasanya, hal ini dikarenakan dalam hukum perjanjian para pihak mempunyai kedudukan yang sama, sebagaimana tercermin dalam pasal 1338 BW.
Keterlibatan pemerintah dalam suatu hubungan kontraktual ini berbeda dengan kontrak komersial pada umumnya, karena karakteristik dari kontrak ini tidak murni lagi merupakan tindakan hukum privat tetapi juga sudah ada campuran hukum publik di dalamnya. Keterlibatan pemerintah dalam kontrak ini menunjukan tindakan pemerintah tersebut diklasifikasikan dalam tindakan pemerintahan yang bersifat keperdataan.
Pemerintah sebagai salah satu subjek hukum dalam tindakan perdata, maka pemerintah merupakan badan hukum, karena menurut Apeldoorn negara, propinsi, kotapraja dan lain sebaginya adalah badan hukum.
Kesimpulan
Subjek Hukum mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting di dalam bidang hukum, khususnya hukum keperdataan, karena subjek hukum itulah nantinya yang dapat mempunyai wewenang hukum (rechtsbevoegheid) untuk melakukan perbuatan hukum.

REVIEW JURNAL HAKI



REVIEW JURNAL        :  ( Hak atas Kekayaan Intelektual ) ” Free Software /  Open Source Software”
PENGARANG              :  TeaMs
INSTITUSI                    :  JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA  , FAKULTAS ILMU KOMPUTER  UNIVERSITAS INDONUSA ESA UNGGUL  JAKARTA
NAMA ANGGOTA                                           
1.     RIZKY NAILUVAR              (26210179)
2.     YESI KURNIYATI                (28210624)
3.     RATNA SARI                      (25210672)
4.     DILLA OETARI. D               (22210016)
5.     AHRARS BAWAZIER         (29210101)
KELAS                                                            : 2EB05


BAB I
Pendahuluan
A.   Latar Belakang
          Open Source Software menjadi sangat menarik dan dianggap sebagai fenomena baru dari keseluruhan ruang lingkup Teknologi Informasi. Fenomena Open Source Software bukan cerita baru maskipun beberapa tahun belakangan ini, hal ini target media masa.
          Dampak dari teknologi Open Source diharapkan mendapat perhatian dari industry software, dan dalam lingkungan keseluruhan. Banyak orang percaya bahwa dampak dari Open Source Software dalam industri teknologi Informasi dan lingkungan pada umumnya akan membesar.
          Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas,maka kami mengajukan tema makalah mengenai ” Free Software / Open Source Software”.

B.   Perumusan Masalah
Dalam penulisan ini kami akan membahas hal - hal yang berhubungan dengan Open Source seperti :
1.       Sejarah dari munculnya Open Source Software
2.       Definisi dari Open Source Software
3.       Keuntungan dan kerugian dari Open Source Software
4.       Lisensi dari Open Source Software
5.       Intelektual property Open Source

BAB II
Pembahasan
2.1  Sejarah Open Source Software
Awalnya ketika IBM menjual komputer komersial large scale pertama pada tahun 1960, IBM muncul dengan beberapa software yang free, maksudnya adalah secara bebas ( freely ) dibagikan diantara pengguna, mulai dari source code dan kemudian improvisasi dan modifikasi. Pada akhir tahun 1960 an, situasi mulai berubah setelah IBM Software mulai mempaketkan software dan pada pertengahan tahun 1970 an,  software mulai terbiasa dengan non-free software dimana menyebabkan user tidak diijinkan untuk mendistribusikan software, sorce code yang tidak disediakan sehingga user tidak dapat memodifikasi program ( software ).
Pada akhir tahun 1970 an serta awal tahun 1980 an, 2 grup yang berbeda mulai terbentuk dengan berdasarkan Open Source Software yaitu :
a.  Pesisir timur US, Richard Stallman, seorang programmer formal MIT AI lab, mengundurkan diri dan meluncurkan GNU Project dan Free Software Foundation. Tujuan pokok dari GNU Project adalah membangun Sistem Operasi yang Free ( gratis ) dan Richard memulainya dengan coding dari beberapa programming tools ( compiler, editor ,dll ).
b.  Pesisir barat US, Computer Science Research Group ( CSRG ) dari Universitas California di Barkeley tengah mengembangkan system Unix dan membangun sejumlah aplikasi yang kemudian dikenal dengan “ BSD Unix “.  Usaha ini didanai penuh oleh DARPA ( secara kontrak ) dan jaringan komunitas hacker Unix  diseluruh dunia membantu dalam debugging, maintain serta improvisasi system.
Sepanjang tahun 1980 an sampai awal 1990 an, software open source melanjutkan perkembangannya, dimulai dari beberapa grup yang terisolasi. USENET dan internet membantu dalam upaya  pengkoordinasian antar Negara dan membangun komunitas user yang kuat. Seceara perlahan, banyak software yang telah dikembangkan mulai beritegrasi. Hasil dari integrasi itu, lingkungan yang lengkap dapat dibangun pada UNIX sebagai penggunaan software open source. Pada banyak kasus, system administrator mulai mengganti tools standar dengan GNU Program. Pada saat itu, banyak aplikasi yang mulai menjadi yang terbaik (utiliti UNIX, compiler dll ).
Sepanjang tahun 1991-1992, keseluruhan ruang lingkup software open source dan pengembangan software pada umumnya, telah mulai berubah.
Tahun 1993, GNU/Linux dan 386BSDmenjadi flatform yang stabil. Sejak itu, 386BSD mulai berkembang menjadi keluarga dari sistem operasi berdasarkan BSD ( NetBSD, FreeBSD, OpenBSB ), dimana kernel linux berkembang dan mulai digunakan pada distribusu GNU/Linux ( Slackware, Debian, Red Hat, Suse, Mandrake dan lainnya ). Tahun ini pula munculnya GNOME dan KDE, yang digunakan sebagai projek yang digunakan untuk kualitas yang tinggi.    
          Akhir tahun 1980 an,  adalah tahun yang menyenangkan dimana mulai respek terhadap software open source. System open source berdasarkan GNU/Linux atau BSD mulai mendapat sambutan public dan menjadi alternative riil bagi pemilik system, bersaingan frontal dengan pemimpin pasar saat itu ( seperti Windows NT Server ).

2.2  Definisi Open Source
Tidak mudah untuk mendefinisikan kata Open Source Software hanya dalam beberapa kata, hal ini dikarenakan banyaknya kategori dan variant yang masih ada. Tetapi hal ini tidak terlalu rumit karena ide dasarnya adalah simple.
2.2.1  Ide Umum Open Source Software
Dalam bahasa inggris, free software memiliki arti yang ambigu,dari kata free itu sendiri yang dapat berarti bebas atau gratis. Oleh sebab itu, kita akan menggunakan konsep Open Source berdasarkan kebebasan user dalam menggunakan, pendistribusian dan lainnya serta software gratis ( tanpa biaya ).
Feature utama dari karakteristik free ( Open Source ) adalah kebebasan dari user   untuk :
-         menggunakan software sesuai keinginannya, untuk apapun yang mereka inginkan, pada beberapa komputer dalam situasi yang tepat secara teknis.
-         Memiliki software yang tersedia sesuai kebutuhan. Tentu saja meliputi improvisasi, perbaikan bugs, memperbesar fungsinya dan dokumentasi pengoperasiannya.
-         Mendistribusikan software kepada user lainnya, untuk digunakan berdasarkan kebutuhannya. Pendistribusian bisa saja free, atau dengan biaya .

2.3  Keuntungan dan kerugian dari Open Source Software
Motivasi dari penggunaan dan pengembangan open source software beraneka ragam, mulai dari filosofi dan alasan etika sampai pada masalah praktis. Biasanya, keuntungan yang dirasa pertama dari model open source adalah fakta bahwa ketersediaan open source diciptakan secara gratis atau dengan biaya yang rendah.
2.3.1    Keuntungan Open Source Software
Beberapa karakteristik yang menyebabkan Open Source model mendapatkan keuntungan :
a.       Ketersedian source code dan hak untuk memodifikasi
Ini merupakan hal yang penting. Hal ini menyebakan perubahan dan improvisasi pada produk software. Selain itu, hal ini memunculkan kemungkinan untuk meletakan code pada hardware baru,  agar dapat diadaptasi pada situasi yang berubah-ubah, dan menjangkau pemahaman bagimana sistem itu bekerja secara detail. 
b.       Hak untuk mendistribusikan modifikasi dan perbaikan pada code
Hal ini merupakan titik perbedaan Open Source Software dengan Free Software.  Pada kenyataannya, hak pendistribusian diakui dan merupakan hal yang umum, ini adalah hal yang berpengaruh bagi sekumpulan developer ( pengembang ) untuk bekerja bersama dalam project Open Source Software.
c.       Hak untuk menggunakan software
Ini merupakan kombinasi dari hak pendistribusian, menjamin ( jika software cukup berguna ) beberapa user yang mana membantu dalam menciptakan pasar untuk mendukung dan berlangganan software. Hal ini juga membantu dalam improvisasi kualitas dari produk dan improvisasi secara fungsi. Selain itu akan menyebabkan sejumlah user untuk mencoba produk dan mungkin menggunakannya secara regler. 

2.3.1    Kerugian Open Source Software
Beberapa karakteristik yang menyebabkan Open Source model mendapatkan keuntungan :
a.       Tidak ada garansi dari pengembangan
Biasanya terjadi ketika sebuah project dimulai tanpa dukungan yang kuat dari satu atau beberapa perusahaan,  memunculkan  celah awal ketika sumber code masih mentah dan pengembangan dasar masih dalam pembangunan.
b.       Masalah yang berhubungan dengan intelektual property
Pada saat ini, beberapa negara menerima software dan algoritma yang dipatentkan. Hal ini sangat sulit untuk diketahui jika beberapa motede utama untuk menyelesaikan masalah software di patenkan sehingga beberapa komunitas dapat dianggap bersalah dalam pelanggaran intelektual property.
c.       Kesulitan dalam mengetahui status project
Tidak banyak iklan bagi open source software, biasanya beberapa project secara tidak langsung ditangani oleh perusahaan yang mampu berinvestasi dan melakukan merketing.

2.4  Lisensi dari Open Source Software
 Beberapa lisensi umum pada open source software yaitu :
a.       BSD ( Berkeley Software Distribution )
Secara ringkas, pendistribusian dapat dilakukan sepanjang berhubungan dengan software, meliputi penggunaan propierty produk. Pencipta hanya ingin pekerjaan mereka dikenali dan tanpa memerlukan biaya. Hal ini menjadi penting karena lisensi ini tidak melibatkan beberapa pembatasan dengan menjamin dan berorientasi pada turunan awal open source.
b.       GPL ( GNU General Public Licence )
Ini adalah lisensi bagi software yang bernaung dalam distribusi GNU Project.  Saat ini masih dapat kita jumpai / menemukan banyak software yang tidak berkaitan dengan GNU Project. GPL secara hati-hati didesain untuk mempromosikan produk dari free software  dan karena itu, secara eksplisit melarang beberapa tindakan pada software yang dapat merusak integrasi dari GPL software pada program proprietary ( kepemilkan ). GPL berdasar pada UU Internasional yang menjamin pelaksanaannya. Karakterisitik utama dari GPL meliputi pendistribusian, tapi hanya jika souce code itu tersedia dan juga dijamin; serta mengijinkan pendistribusian source; mengijinkan modifikasi tanpa pembatasan  dan integrasi lengkap dengan software lain.       
c.       MPL ( Mozilla Public Licence )
Ini adalah lisensi yang dibuat oleh Netscape dalam mendistribusi code dari Mozilla, versi baru dari navigator jaringan. Banyak respek yang mirip dengan GPL tetapi lebih berorientasi pada perusahaan level enterprise.
d.       Lainya seperti : Qt  ( oleh Troll-Tech ), X Consortium dll


2.5  Intelektual Property dari Open Source Software
Umumnya pada kasus teknologi informasi, isu yang berhubungan dengan hak milik intelektual ( intellectual property ) adalah penting bagi software Open Source. Dari 4 mekanisme UU Internasional yang menyediakan perlindungan, hanya tiga ( hak cipta, hak paten dan merek dagang ) yang dapat digunakan bagi software open source. Yang keempat, rahasia degang ( trade secret ), adalah mekanisme yang tidak cukup memadai bagi Open Source Software, karena mengandung ketidakjelasan bagi software open source atau mengandung pembatasan pada modifikasi atau dalam menjual kembali dan pendistribusian pada project turunan.
2.5.1    Open Source dan Copyright Law
Hak cipta menjadi metode umum perlindungan bagi produk software. Sesungguhnya, lisensi Open Source dapat diterapkan, karena mereka menggunakannya, dalam satu atau beberapa bentuk hak cipta hukum. Dasar dari penggunaan ini adalah sederhana:hak cipta hukum, secara default, tidak mengijinkan dalam pendistribusian ( serta penggunaan secara gratis ) dari software itu sendiri.
Satu-satunya cara agar pendistribusian dapat dilakukan adalah dengan mengabulkan ijin khusus dalam lisensi. Dan didalam lisensi itu dapat memaksa distributor untuk memenuhi kondisi-kondisi tertentu. Ini cara bagaimana lisensi open source bekerja. Mereka menggunakan mekanisme ini untuk dapat menyelenggarakan kondisi-kondisi tertentu, berdasar pada penciptanya ( seperti yang dilakukan BSD ), dengan kewajiban dalam pendistribusian beberapa project turunan sama seperti lisensi aslinya (seperti yang dilakukan GPL ).
Kebanyakan, lisensi open source didesain berdasarkan pada hukum Amerika Serikat.  Baru-baru ini beberapa riset mengenai penerapannya telah dilakukan dibebrapa negara. Masalah ini penting bagi kemajuan Open Source, karena banyak dari model Open Source tergantung, dalam banyak perbandingan, serta dalam validitas lisensi Open Source.
Ada juga suatu isu menarik dalam hubungan dengan hak cipta dalam interface yang spesifik, yang mempengaruhi operasi dari program open source dengan masalah kepemilikan. Dalam beberapa kasus, beberapa perusahaan yang telah dipaksa untuk memberikan akses bagi masuknya informasi untuk program yang berjalan atau sistem operasi, dengan mengijinkan developer untuk memperluas dan mengintegrasikan komponen software didalam sistem ataupun program mereka. Informasi ini biasanya dilindungi dan yang dijual hanya pada developer yang ter-registrasi, memelihara kendali bagi siapa dan kemana informasi akan bocor keluar.

2.5.2   Open Source dan Paten Software
Hak Paten Software, biasanya tejadi ketika software tersebut mewarisi algoritma rendah, dapat dengan mudah ditemukan oleh banyak developer, ini menghadirkan ancaman serius bagi individu pengembang open source itu sendiri dan perusahaan kecil, yang tidak mampu berupaya dalam biaya persidangan dalam me-matenkan software. Ironsinya, situasi ini menjadi lebih rumit bagi Open Source Software dibandingkan dengan kepemilikan software kotak hitam, karena codenya itu sendiri dapat diakses oleh pemegang patent itu sendiri.
Open Source Software biasanya akan mudah menjadi serangan dalam hal paten, karena hanya sedikit perusahaan source-based yang mempunyai kemampuan keuangan untuk melindungi diri terhadap serangan hak paten dalam penuntutan perkara. Selain itu juga, jika paten dimunculkan pada teknologi atau teknik yang sangat luas, mungkin saja untuk mengakali patent dan menciptakan suatu alternatif paten yang free.
KESIMPULAN
Hak Paten Software, biasanya tejadi ketika software tersebut mewarisi algoritma rendah, dapat dengan mudah ditemukan oleh banyak developer, ini menghadirkan ancaman serius bagi individu pengembang open source itu sendiri dan perusahaan kecil, yang tidak mampu berupaya dalam biaya persidangan dalam me-matenkan software. Ironsinya, situasi ini menjadi lebih rumit bagi Open Source Software dibandingkan dengan kepemilikan software kotak hitam, karena codenya itu sendiri dapat diakses oleh pemegang patent itu sendiri.

Rabu, 23 Mei 2012

REVIEW JURNAL PERLINDUNGAN KONSUMEN


REVIEW JURNAL :  UU PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN DAMPAKNTA KEPADA PELAYANAN RUMAH     SAKIT
PENGARANG              : dr. A.W.Budiarso - Persi Pusat
NAMA ANGGOTA                                            
1.     RIZKY NAILUVAR              (26210179)
2.     YESI KURNIYATI                (28210624)
3.     RATNA SARI                      (25210672)
4.     DILLA OETARI. D               (22210016)
5.     AHRARS BAWAZIER         (29210101)
KELAS                                                            : 2EB05
I. Pendahuluan
Pendirian sebuah rumah sakit antara lain bertujuan untuk melayani masyarakat akan kebutuhan pelayanan kesehatan. Untuk itu rumah sakit akan memproduksi jasa layanan kesehatan antara lain rawat jalan, rawat inap, penunjang diagnostik, farmasi dan berapa layanan yang lain.
Beberapa dekade tahun yang lalu hubungan antara rumah sakit selaku produsen jasa layanan kesehatan dan penderita selaku konsumen menurut kacamata pengamat belumlah harimonis benar. Seorang pakar pemasaran rumah sakit menyatakan dalam bukunya sebagai berikut: “… pada waktu memerlukan layanan kesehatan pada sebuah rumah sakit, seorang calon penderita hanya mempunyai hak untuk menentukan ke rumah sakit mana dia akan pergi. Setelah itu dia harus menurut tentang semua hal kepada dokter dan rumah sakit yang merawatnya tentang sakitnya, pemeriksaan dan pengobatan apa saja yang harus dijalaninya tanpa didengar pendapatnya …..”
Pada akhir-akhir ini sudah banyak dicapai kemajuan hubungan antara rumah sakit dan penderita, sudah merupakan kejadian yang biasa bahwa seorang penderita menuntut rumah sakit atas layanan yang dia terima dan sebuah rumah sakit. Akibat dari hal ini dokter dan rumah sakit sudah lebih hati-hati dalam melaksanakan kegiatan profesinya.
Disamping itu para pelaksanan rumah sakit terutama para dokter juga berusaha untuk melaksanakan profesinya dengan baik. Tetapi dapat terjadi bahwa dokter walaupun telah berusaha dengan sungguh-sungguh, ada kemungkinan tetap akan ada kemungkinan melakukan kesalahan. Pada pengamatan di ,lapangan, sudah ada beberapa perusahaan asuransi yang menghubungi para dokter untuk bekerja sama dalam menghadapi kemungkinan menghadapi tuntutan atas kesalahan atau kemungkinan kesalahan yang dilakukan oleh para dokter, dan ini merupakan biaya tambahan bagi dokter tersebut. Sehingga perlu kita waspadai bahwa pada ujung-ujungnya semua biaya ini akan dibebankan pada seluruh penderita yang dilayani dokter tersebut. Jalan yang terbaik ialah diambil kebijakan yang terbaik agar dapat mengakomodasi kedua gejala diatas.
II. Hak Dan Kewajiban Konsumen/Penderita
Semua hak dan kewajiban konsumen yang tercantum, pada UU No. 8 Tahun 1999 akan merupakan pula hak dan kewajiban penderita selaku konsumen pada sebuah rumah sakit. Ada 9 hak yang secara tegas tercantum dalam UU Perlindungan konsumen tersebut. Dan hak tersebut, maka banyak hal telah tercakup dalam beberapa ketentuan dan peraturan yang dikeluarkan oleh Dep. Kes. RI. Beberapa hal misalkan:
a. Upaya akreditasi rumah sakit bertujuan agar mutu layanan rumah sakit lebih baik dan menunjang kenyamanan dan keselamatan penderita.
b. Hak penderita untuk mendapatkan “second opnion”, bila merasa bahwa pelayanan seorang dokter tidak/kurang meyakinkan kalau perlu pindah rumah sakit. Penderita berhak untuk mendapatkan catatan pengobatan di rumah sakit lama.
c. Adanya “informed consent”, penderita berhak mendapatkan penjelasan yang lengkap sebelum dilakukan tindakan tertentu. Penderitapun berhak menolak bila tidak menyetujui rencana tindakan yang akan dilaksanakan dokter dan rumah sakit terhadapnya. Bila ada penolakan tersebut, segala akibat tidak dilakukannya tindakan tersebut menjadi tanggung jawab peniderita.
d. Adanya MKEK ( Majelis Kode Etik Kedokteran ), bertujuan untuk melindungi penderita dari kemungkinan mal praktek seorang dokter di rumah sekit.
e. Pencatuman hak penderita mengharuskan Rumab Sakit harus meningkatkan pelayanan sehingga penderita merasa diperlakukan dengan baik, tidak diskriminatif, jujur, adanya kenyamanan dalam memperoleb
layanan dan lain-lain. Dengan adanya UU Perlindungan Konsumen, rumah sakit akan meningkatkan faktor-faktor pelayanan tersebut, satu hal yang dirasakan sangat kurang bila dibandingkan rumah sakit diluar negeri.
f. Dalam menghadapi tuntutan kompensasi, ganti rugi oleh penderita, dengan adanya UU ini perlu diwaspadai pemanfaatan oleh pihak ke 3. Walaupun tuntutan ganti rugi atas kesalahan atau kekurangan, pelayanan rumah sakit/dokter terhadap seorang penderita, dapat menyebakan rumah sakit/dokter lebih berhati-hati dalam melaksanakan pelayanan kegiatan pelayanan, dan ini akan menyebakan peningkatan biaya yang akhirnya akan dipikul penderita secara keseluruhan. Hal ini dapat terjadi karena baik rumah sakit maupun dokter akan bekerja sama dengan asuransi guna melindungi dirinya, karena tuntutan bisa sangat besar dan tak akan terpikul oleh dokter maupun rumah sakit.
III. Kewajiban konsumen/penderita
Mengenai kewajiban penderita dalam hubungan antara dokter umah sakit dengan penderita, akan sangat mendukung pelaksanaankegiatan rumah sakit maupun dokter.
a. Kepatuhan penderita akan prosedur dan tatacara pengobatan akan mendukung kesembuhan.
b. Disamping itu adanya pihutang yang tidak terbayar dan umumnya lebih banyak menimpa rumah sakit golongan IPSM yaitu rumah sakit yang biasanya melayani golongan menengah kebawa diharapkan akan berkurang sehubungan dengan adanya penekanan bahwa penderita akan membayar sesuai dengan tarif yang telah disepakati.
IV. Hak Dan Kewajiban Pelaku Usaha/Rumah Sakit
A. Hak pelaku usaha/rumah sakit
a. Hak menerima pembayaran atas tarif yang sudah disepakati akan sangat mengurangi pihutang yang tidak terbayar. Hal ini juga akan mencegah penderita menggunakan kelas perawatan yang diluar kesanggupan untuk membayar.
b. Dalam menghadapi penderita yang kurang beritikad baik, rumah sakit akan melakukan kerja sama dengan asuransi. Ini perlu diwaspadai agar ujung-ujungnya tidak merugikan penderita.
c MKEK akan melindungi penderita sekaligus juga melindungi dokter/rumah sakit bila tidak bersalah. Adanya peradilan profesi yang sedang diprakasai oleh MKEK/IDI untuk mewujudkannya, akan sangat melindungi kedua belah pihak baik penderita maupun dokter/rumah sakit. Hanya perlu diwaspadai agar kegiatan ini tidak menjadi pos biaya baru bagi rumah sakit.
B. Kewajiban pelaku usaha
a. Pada umumnya semua kewajiban telah diatur dalam ketentuan Menteri Kesehatan maupun Dir. Jan. Yanmed seperti adanya ketentuan hak dan kewajiban rumah sakit, penderita dan pemulik rumah sakit, “informed Consent”, ketentuan akreditasi rumeh sakit dan lain-lain.
b. Kewajiban agar memberi kesempatan konsumen/penderita untuk menguji atau mencoba barang/jasa layanan rumah sakit sulit
untuk dilaksanakan. Hal ini mungkin sudah tercakup dalam ketentuan “informed Consent” dalam hal ini penderita menyatakan persetujuan atau menolak tindakan yang akan dilaksanakan kepadanya setelah penderita mendapat penjelasan yang lengkap tentang untung dan ruginya serta risiko tindakan yang akan dilaksanakan terhadapnya. Dengan adanya UU ini dokter/rumah sakit akan lebih ber-hati-hati dan ber-sungguh melaksanakan “informed Consent”.
c. Pemberian kompensasi dalam bidang perumah-sakitan sangat sulit untuk diukur besarnya. Hal ml, akan memaksa rumah sakit atau dokter untuk bekerja sama dengan asuransi sehingga akhirnya akan membebani penderita sendiri secara keseluruhan.
d. Disamping itu tidaklah mungkin dokter/rumah sakit menjamin tentang hasil/upaya yang dilakukan terhadap seorang penderita walaupun secara teori kedokteran sesuatu tindakan itu walaupun tepat pelaksanaannya hasilnya tidak dapat diramalkan. Maka pelaksanaan “informed Consent” yang benar sudah merupakan cerminan hak penderita untuk menooba layanan rumah sakit/dokter sebe lumnya.
V. Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha/rumah sakit
a. Dalam pelarangan terhadap pelaku usaha/rumah sakit yang tercantum pada BAB IV pasal 8 pada umumnya telah tercakup oleh KEP. Men. Kes dan 5K. Dir. Jen. Yanmed. Dengan berlakunya UU NO. 8 Th. 1999 tentang perlindungan konsumen, maka pelaksanaan ketentuan ini lebih diperkuat, sehingga terasa positif di lapangan.
b. Dalam masalahnya promosi rumah sakit/dokter, selalu akan terkait dengan etika rumah sakit maupun etika kedokteran. Dilain pihak konsumen/penderita memang sangat memerlukan informasi yang benar tentang produk jasa layanan kesehatan yang ditawarkan rumah sakit/dokter. PERSI merasakan bahwa sebagai institusi yang menghasilkan produk jasa layanan kesehatan dan akan dibutuhkan oleh konsumen/penderita, pada dasarnya kegiatan promosi wajib dilaksanakan. Sehingga mengacu kepada etika yang ada, kebutuhan konsumen dan keterbatasan biaya yang dimiliki rumah sakit, kegiatan promosi. iklan dan lain-lain oleh rumah sakit harus memperhatikan:
1) Promosi/iklan harus murni bersifat informatif.
2) Promosi/iklan tidak bersifat komparatif artinya membandingkan dengan institusi rumah sakit/ dokter lain dan mengisyaratkan bahwa dirinyalah yang terbaik dan yang lain jelek.
3) Promosi/iklan harus berpijak pada dasar kebenaran.
4) Promosi/iklan tidak berlebihan.
Dengan memperhatikan hal tersebut maka kegiatan promosi, iklan dan kegiatan lain dalam rangka memperkenalkan produk rumah sakit/dokter tidak dianggap melanggar etik.
c. Kegiatan promosi bentuk lain seperti “sales promotion”, pelayanan obral, dan tawaran lain dalam bentuk hadiah sebaiknya dilarang untuk rumah sakit/dokter, karena untuk melanggar ketentuan yang 4 buah diatas sangat besar kemungkinannya.
Kesimpulan
Dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
a. Pada dasarnya semua hak dan kewajiban baik untuk konsumen/penderita, maupun rumah sakit/dokter telah tercakup dalam ketentuan yang dikeluarkan Dep. Kes. RI. Dengan dikeluarkannya, UU No. 8 Th. 1999 tentang Perlindungan Konsumen, maka ketentuan-ketentuan tersebut diperkuat sehingga berpengaruh positif pada hubungan antara penderita, rumah sakit/dokter dan pemilik rumah sakit.
b. Perlu diwaspadai tentang hak yang berkaitan dengan tuntutan kompensasi/ganti rugi terhadap layanan yang dirasakan tidak sesuai dan ketentuan yang ada. Perlu adanya pengawasan agar adanya upaya pihak ke 3 yang berlebihan, ujung-ujungnya akan merugikan konsumen/penderita sendiri karena akan meningkatkan biaya pelayarian kesehatan secara umuin. Peran MKEK perlu ditingkatkan. Prakarsa adanya peradilan profesi merupakan langkah strtegis dalam menangani perselisihan antara rumeh sakit/dokter dengan penderita. Tetapi perlu pula diwaspadai adanya keterlibatan pihak ke 3 yang terlampau dalam.

Senin, 21 Mei 2012

REVIEW JURNAL HUKUM PERIKATAN


Review Jurnal        : HUKUM PERIKATAN
Pengarang              : Rina  Andriana
Institusi                  : Magister Kenotariatan Universitas Sumatera utara
Sumber                  : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22875/6/Cover.pdf
NAMA ANGGOTA
1.     RIZKY NAILUVAR              (26210179)
2.     YESI KURNIYATI                (28210624)
3.     RATNA SARI                      (25210672)
4.     DILLA OETARI. D               (22210016)
5.     AHRARS BAWAZIER         (29210101)
KELAS                                                            : 2EB05

Abstrak
Asuransi membawa misi ekonomi sekaligus sosial dengan adanya premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi dengan jaminan adanya transfer of risk, yaitu
pengalihan (transfer) resiko dari tertanggung kepada penanggung. Dalam pelaksanaannya pengikatan suatu perjanjian asuransi saat ini juga dilakukan melalui telemarketing yang berpeluang untuk timbulnya perselisihan karena pengikatan melalui telemarketing hanya berupa kesepakatan pra kontrak. Praktek perjanjian Asuransi Jiwa Melalui Telemarketing  juga dilaksanakan oleh Asuransi Jiwa BNI Life. Penulisan bertujuan untuk menjelaskan dasar hukum pengikatan asuransi jiwa melalui telemarketing pada Asuransi Jiwa BNI Life, keabsahan pengikatan asuransi melalui telemarketing Asuransi Jiwa BNI Life ditinjau dari sudut aspek hukum perjanjian / hukum perikatan dan perlindungan hukum bagi tertanggung terhadap penggunaan telemarketing dalam hukum pengikatan asuransi.Hasil penelitian menunjukkan bahwa Telemarketing merupakan penawaran/pemasaran produk asuransi jiwa media telepon yang digunakan oleh Asuransi Jiwa BNI Life dalam rangka peningkatan pemasaran produk asuransi jiwa. Akan tetapi, pengikatan asuransi melalui telemarketing hanya merupakan suatu kesepakatan prakontrak yang tidak mengikat seperti halnya polis asuransi. Kesepakatan melalui telemarketing dalam pelaksanaannya tidak menjadi suatu alat bukti karena hanya merupakan kesepakatan lisan
Kata Kunci
Asuransi Jiwa, Telemarketing dan Hukum Perikatan

I.    Pendahuluan

Didalam system pengaturan hukum perikatan dalam Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata ( KUH Perdata ) menganut system terbuka, yakni setiap orang dapat mengadakan perjanjian mengenai apa pun sesuai dengan kehendaknya, artinya dapat menyimpang dari apa yang telah di teteapkan dalam Buku III KUH Perdata baik mengenai bentuk maupun isi perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.
Dengan demikian, apa yang diatur dalam Buku III KUH Perdata merupakan hokum pelengkap    ( aanvullendrecht ), yakni berlaku bagi para pihak yang mengadakan perjanjian sepanjang mereka tidak mengesampingkan syarat-syarat dan isi dari perjanjian.

II.   Permasalahan

Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara dua orang ( pihak ) atau lebih, yakni pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi, begitu juga sebaliknya.Terdapat perbedaan pendapat dari beberapa ahli hokum dalam memberikan istilah hukum perikatan. Misalnya, Wiryono Prodjodikoro dan R. Subekti.

Wiryono Prodjodikoro dalam bukunya   Asas-Asas Hukum Perjanjian Verbintenissenrecht ( Bahasa belanda ) oleh Wirjono diterjemahkan menjadi hokum perjanjian bukan hokum perikatan
R. Subekti dalam bukunya pokok-pokok Hukum Perdata menulis perkataan perikatan mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan perjanjian , sebab di dalam Buku KUH III Perdata memuat tentang perikatan yang timbul dari :
-    Persetujuan atau perjanjian
-    Perbuatan yang melanggar hokum
-    Pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan.
Perjanjian dalam bahasa Belanda disebut overeenkomst, sedangkan hokum perjanjian disebut overeenkomstenrecht. Sementara itu, pengertian perikatan lebih luas dari perjanjian, perikatan dapat terjadi karena Perjanjian ( kontrak ) dan Bukan dari perjanjian ( dari undang-undang ) Perjanjian adalah peristiwa di mana pihak yang satu berjanji kepada pihak yang lain untuk melaksanakan suatu hal. Dari perjanjian ini maka timbulah suatu peristiwa berupa hubungan hukum antara kedua belah pihak. Hubungan hukum ini yang dinamakan dengan perikatan.

III.  Pembahasan
A.    Dasar Hukum Perikatan
1.  Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut 1.  Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )

2.  Perikatan yang timbul dari undang-undang
Perikatan yang timbul dari undang-undang dapat dibagi menjadi dua, yakni :

Perikatan terjadi karena undang-undang semata, misalnya kewajiaban orang tua   untuk memelihara dan mendidik anak, yaitu hokum kewarisan
Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia menurut hukum terjadi karena perbuatan yang diperbolehkan ( sah ) dan yang bertentangan dengan hokum ( tidak sah )
3.    Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hokum dan perwakilan sukarela.

B. Asas-Asas dalam Hukum Perjanjian
Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni mengatur asas kebebasan berkontrak dan asa konsensualisme

1.    Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang di buat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membutanya.Dengan demikian, cara ini dikatakan sistem terbuka, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjianya dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum , dan norma kesusilaan.

2.    Asas Konsensualisme
Asas Konsensualisme artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.Dengan demikian, asas konsensualisme lazim disimpulkan dalam pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 syarat adalah kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri ; cakap untuk membuat suatu perjanjian ; mengenai suatu hal tertentu ; suatu sebab yang halal. Dengan kata lain, dua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat subjektif, yakni jika salah satu pihak tidak dipenuhi maka pihak yang lain dapat minta pembatalan. Sedangkan dua syarat yang lain dinamakan syarat-syarat objektif , yakni jika salah satu syarat tidak dipenuhi maka perjanjian batal demi hukum , artinya perjanjian itu dianggap tidak pernah ada.dengan demikian , akibat dari terjadinya perjanjian maka undang-undang memnentukanbahwa perjanjian yang sah berkekuatan sebagai undang-undang. Oleh karena itu, semua persetujuan yang dibuat secra sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

C. Wanprestasi
Sementara itu,wanprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan, misalnya ia alpa ( lalai ) atua ingkar janji.adapun bentuk dari wanprestasi bisa berupa 4 kategori :
1.    tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
2.    melaksanakan apa yang dijanjiaknnya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan
3.    melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
4.    melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Dengan demikian, terhadap kelalaian atua kealapaan debitor sebagai pihak yang melanggar kewajiban, dapat diberikan beberapa sanksi atau hukuman. Akibat –akibat wanprestasi berupa hukuman atua akibat akibat bagi debitur yang melakukan wanprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori :

1.    Membayar kerugian yang diderita oleh krediitur ( ganti rugi ). Ganti rugi sering   diperinci meliputi tiga unsure , yakni :
biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibatkan oleh kelalaian si debitor;
bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
2.    Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian
Bertujuan untuk membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan. Kalau satu pihak sudah menerima sesuatudari pihak yang lain, baik uang maupun barang maka harus dikembalikan sehingga perjanjian itu ditiadakan.

3.    Peraliahan resiko
Adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah atu pihak yang menimpa barang dan menjadi objek perjanjian sesuai dengan pasal 1237 KUH Perdata.
Hapusnya Perikatan
Perikatan itu bisa di hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan pasal 138 KUH Perdata. Ada 10 cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
a.    pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela
b.    penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan.
c.    Pembaharuan utang
d.    Perjumpaan utang atau kompensasi
e.    Percampuran utang
f.    Pembebasan utang
g.    Musnahnya barang yang terutang
h.    Batal/pembatalan
i.    Berlakunya suatu syarat batal
j.    Lewat waktu
Memorandum Of Understanding ( MoU )
Merupakan perkembanagan baru dalam aspek hukum dalam ekonomi, karena di Indonesia istilah MoU baru akhir-akhir ini dikenal.seblumnya , dalam ilmmu ekonomi maupun ilmu hukum tidak ada. Menurut pendapat Munir Faudi, MoU merupakan terjemahan bahasa indonesia yang paling pas dan paling dekat dengan nota kesepakatan.pada hakikatnya MoU merupakan suatu perjanjian pendahuluan yang nantinya akan diikuti dan dijabarkan dalam perjanjian lain yang mengaturnya secara lebih detail.apabila MoU merupakan perjanjian biasa,yakni salah satu pihak ingkar janji maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan wanprestasi, tetapi kalau suatu menorandum of understanding dianggap sebagai suatu perjanjian pra kontrak maka pihak yang dirugikan tidak menuntut ganti rugi.
Ciri-ciri Memorandum of Understanding adalah sebagai berikut :
a.    isinya ringkas , sering kali hanya satu halaman saja
b.    berisikan hal-hal yang pokok-pokok saja
c.    hanya bersifat pendahuluan saja, yang akan diikuti oleh perjanjian lain yang lebih rinci
d.    mempunyai jangka waktu berlakunya ( 1 bulan , 6 bulan atau setahun )
Tujuan momerandumof understanding
Di dalam suatu perjanjian yang didahului dengan membuat mou dimaksudkan supaya memberikan kesempatan kepadapihak yang bersepakat untuk memperhitungkan apakah saling menguntungkan atau tidak jika diadakan kerja sama, sehinga agar memorandum of understanding dapat ditindaklanjuti dengan perjanjian dan dapat diterapkan sanksi-sanksi.jika salah satu pihak melakukan wanprestasi, tetapi jika sanksi-sanksi sudah dicantumkan dalam memorandum of understanding akan berakibat bertentangan dengan hukum petjanjian/perikatan, karena dalam mof belum ada suatu hubungan hukum antara para pihak , yang berarti belum mengikat.
IV.  Kesimpulan
Perikatan dalam hal ini berarti ; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.