Pertanyaan yang muncul setiap kali mendiskusikan sistem ekonomi Indonesia adalah: Sistem ekonomi yang sekarang berlangsung di Indonesia sebenarnya tergolong sistem ekonomi apa?
Ada beberapa pendapat mengenai hal ini. Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa sistem ekonomi Indonesia bukan sistem kapitalisme maupun sosialisme. Emil Salim (1979) mengatakan bahwa SEP (Sistem Ekonomi Pancasila) adalah sistem ekonomi pasar dengan unsur perencanaan.
Perbandingan SEP versi Emil Salim, Mubyarto, dan Sumitro Djojohadikusumo.
SILA | EMIL SALIM | MUBYARTO | SUMITRO DJOJOHADIKUSUMO |
I | Mengenal etika dan moral agama | Roda perekonomian digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral | Ikhtiar untuk senantiasa hidup dekat dengan Tuhan YME |
II | Titik berat pada nuansa manusiawi dalam menggalang hubungan ekonomi dalam perkembangan masyarakat | Ada kehendak kuat dari masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial (egalitarian), sesuai asas kemanusiaan | Ikhtiar untuk mengurangi & memberantas kemiskinan dan pengangguran dalam penataan perekonomian masyarakat |
III | Membuka kesempatan ekonomi secara adil bagi semua, lepas dari kedudukan suku, agama, ras, atau daerah | Nasionalisme menjiwai setiap kebijaksanaan ekonomi | Pola kebijakan ekonomi & cara penyelenggaraan-nya tidak menimbulkan kekuatan yang mengganggu persatuan bangsa & kesatuan negara |
IV | Bermuara pada pelaksanaan demokrasi ekonomi & politik | Koperasi merupakan sokoguru perekonomian dan merupakan bentuk paling kongkrit dari usaha bersama | Rakyat berperan dan berpartisipasi aktif dalam usaha pembangunan |
V | Memberi warna egalitarian dan social equity dalam proses pembangunan | Imbangan yang tegas antara perencanaan di tingkat nasional dan desentralisasi | Pola pembagian hasil produksi lebih merata antar golongan, daerah, kota-desa |
Sumber: Kuncoro (2000: 199)
Pandangan kedua melihat sistem ekonomi Indonesia dalam dataran normatif maupun dataran positif. Secara normatif menurut UUD 1945, terutama pasal 33 ayat 2 dan 3, sistem ekonomi Indonesia seharusnya condong mengarah pada sosialisme. Oleh Mubyarto, ini diterjemahkan sebagai ekonomi kerakyatan. Ia menggambarkan bahwa pengembangan sistem ekonomi kerakyatan ibarat “perang gerilya ekonomi” yang bisa diwujudkan dengan pengembangan dan pemihakan penuh pada ekonomi rakyat, lewat upaya penang-gulangan kemiskinan, peningkatan desentra-lisasi dan otonomi daerah, dan menghapus ketimpangan ekonomi dan sosial.
Menurut pengamatan Sjahrir (1987: 162-164), dilihat dari segi kepemilikan dan sifat pembentukan harga , sistem ekonomi yang berlangsung di Indonesia adalah: (1) sistem ekonomi di mana peranan negara dominan; (2) peranan swasta, baik nasional maupun asing, tidak kecil; (3) harga yang berlangsung pada umumnya mencerminkan inefisiensi karena jauh lebih tinggi harga domestik dibanding harga internasional.
Perkiraan Pemilikan Alat-alat Produksi Menurut Sektor-sektor Ekonomi serta Sifat Pembentukan Harga
Sektor | Pemilikan | Sifat Pembentukan Harga |
Petanian | Petani untuk beras, negara dan swasta untuk tanaman ekspor | Pengaruh negara dominan (Bulog, Departemen Pertanian) |
Pertambangan | Negara dan swasta (asing) | Ditentukan harga dunia untuk ekspor; ditetapkan negara untuk dalam negeri |
Industri manufaktur | Negara, swasta (asing dan nasional) | Sebagian ditetapkan negara, sebagian mekanisme pasar terbatas |
Konstruksi | Swasta dan negara | Negara berpengaruh melalui APBN |
Perdagangan | Swasta dan negara | Sebagian mekanisme pasar, sebagian negara melalui "rente ekonomi" (ditrasfer ke swata tertentu untuk ekspor) |
Administrasi Negara | Negara | Negara |
Perbankan | Negara dominan (80%) dan swasta | Pengaruh negara melalui Bank Indonesia dominan; sebagian mekanisme asar berlaku (khususnya sektor informal) |
Jasa-jasa lainnya | Swasta dan negara | Pengaruh negara dan sebagian mekanisme pasar |
Sektor-sektor lainnya | Swasta dan negara | Sebagian mekanisme pasar dan sebagian pengaruh negara |
Sumber: Sjahrir (1987: 163)
GBHN memang sudah menegaskan bahwa perekonomian Indonesia tidak menganut free-fight liberalism maupun etatisme.
Sejak tahun 1983, memang pemerintah secara konsisten telah melakukan berbagai upaya deregulasi sebagai upaya penyesuaian struktural dan restrukturisasi perekonomian. Kendati demikian, banyak yang mensinyalir deregulasi di bidang perdagangan dan investasi tidak memberi banyak keuntungan bagi perusahaan kecil dan menengah, bahkan justru perusahaan besar dan konglomeratlah yang mendapat keuntungan.
Mubyarto pun menyimpulkan bahwa sistem ekonomi yang diterapkan selama 32 tahun Orde Baru telah tidak berpihak pada kepentingan rakyat banyak dan mengabaikan nilai-nilai keadilan. Memang krismon sejak tahun 1997 telah meruntuhkan hegemoni pengusaha konglomerat, namun agaknya terlalu prematur untuk menyimpulkan bahwa otomotis kemudian diterima paradigma baru ekonomi kerakyatan yang lebih menekankan pada tuntutan akan sistem ekonomi yang demokratis dan lebih berkeadilan.
DAFTAR PUSTAKA
Kuncoro, M., 2000, 'Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah, dan Kebijakan, UPP AMP YKPN, Yogyakarta,.
Kuncoro, M. dan Anggito A., 1995, "Struktur dan Kinerja Industri Indonesia dalam Era Deregulasi dan Debirokratisasi", Kelola (Gadjah Mada University Business Review), no.10/IV/1995.
Mubyarto dan Boediono (penyunting), 1981, Ekonomi Pancasila, BPFE, Yogyakarta.
Mubyarto, 1988, Sistem dan Moral Ekonomi Pancasila, LP3ES, Jakarta.
Salim, E. 1979, "Ekonomi Pancasila", Prisma, Mei.
Sjahrir, 1987, Kebijaksanaan Negara: Konsis-tensi dan Implementasi, LP3ES, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar